"Kasus Keterlambatan Maskapai
Penerbangan Wings Air"
KASUS
Di
Surabaya, seorang advokat menggugat Lion selaku pemilik Maskapai Penerbangan
Wings Air dikarenakan penerbangan terlambat 3,5 jam. Maskapai tersebut digugat oleh
seorang advokat bernama David Ml Tobing. David, lawyer yang tercatat beberapa kali
menangani perkara konsumen, memutuskan untuk melayangkan gugatan setelah
pesawat Wings Air (milik Lion) yang seharusnya ia tumpangi terlambat paling
tidak sembilan puluh menit.
Kasus ini terjadi pada 16 Agustus 2006 lalu ia berencana terbang dari Jakarta ke
Surabaya, pukul 08.35 WIB. Tiket pesawat Wings Air sudah dibeli. Hingga batas
waktu yang tertera di tiket, ternyata pesawat tak kunjung berangkat. David mencoba mencari informasi, tetapi ia merasa kurang mendapat pelayanan. Pendek
kata, keberangkatan pesawat telat dari jadwal.
David menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan
keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya layanan informasi petugas
maskapai itu di bandara. Selanjutnya David mengajukan gugatan terhadap kasus
tersebut ke pengadilan untuk memperoleh kerugian serta meminta pengadilan untuk
membatalkan "Klausul Baku" yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai atas
keterlambatan, hal mana dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
ANALISA KASUS
Dalam Hukum Pidana Ekonomi, tindak pidana ekonomi dibagi
dalam 2 bentuk yakni tindak pidana ekonomi dalam arti sempit maupun tindak pidana ekonomi dalam arti luas. Yang dimaksud dengan tindak
pidana ekonomi dalam arti sempit adalah tindak pidana ekonomi yang secara tegas
melanggar Undang-Undang 7/DRT/1955. Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana
ekonomi dalam arti luas adalah tindak pidana yang bertentangan dengan Undang-Undang
7/DRT/1955 serta undang-undang lain yang mengatur tentang tindak pidana
ekonomi.
Dalam kasus yang menimpa David, tindakan yang dilakukan oleh pihak Manajemen Wings Air dengan mencantumkan "Klausula Baku" pada tiket penerbangan secara tegas merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum perlindungan konsumen, sehingga terhadapnya dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana ekonomi dalam arti luas.
Bila berbicara tentang hukum perlindungan konsumen maka kita membicarakan tentang UU.RI No. 8 Tahun 1999 (UUPK). UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsume) lahir sebagai jawaban atas pembangunan dan perkembangan perekonomian dewasa ini. Konsumen sebagai motor penggerak dalam perekonomian kerap kali berada dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila dibandingkan dengan pelaku usaha dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha. Maka UUPK diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sehingga diharapkan segala kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif dapat dilindungi.
Dalam kasus yang menimpa David, tindakan yang dilakukan oleh pihak Manajemen Wings Air dengan mencantumkan "Klausula Baku" pada tiket penerbangan secara tegas merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum perlindungan konsumen, sehingga terhadapnya dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana ekonomi dalam arti luas.
Bila berbicara tentang hukum perlindungan konsumen maka kita membicarakan tentang UU.RI No. 8 Tahun 1999 (UUPK). UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsume) lahir sebagai jawaban atas pembangunan dan perkembangan perekonomian dewasa ini. Konsumen sebagai motor penggerak dalam perekonomian kerap kali berada dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila dibandingkan dengan pelaku usaha dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha. Maka UUPK diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sehingga diharapkan segala kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif dapat dilindungi.
Tindakan Wings Air mencantumkan Klausula baku pada tiket penerbangan
yang dijualnya, dalam hal ini menimpa David, secara tegas bertentangan dengan
Pasal 62 dalam UUPK serta Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan
Konsumen dimana terhadapnya dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau
pidana denda paling banyak RP. 2.000.000.000,- ,namun dengan tidak
mengesampingkan prinsip Ultimum Remedium.
Yang dimaksud dengan Klausula baku adalah segala klausula yang dibuat secara sepihak dan berisi tentang pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak yang lain. Sebagaimana ditentukan berdasarkan Pasal 18 UUPK yakni:
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan Klausula baku adalah segala klausula yang dibuat secara sepihak dan berisi tentang pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak yang lain. Sebagaimana ditentukan berdasarkan Pasal 18 UUPK yakni:
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.
Dalam kasus disebutkan bahwa, pada tiket penerbangan yang
diperjualbelikan memuat klausul “Pengangkut tidak bertanggung jawab atas
kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau keterlambatan
pengangkutan ini, termasuk segala kelambatan datang penumpang dan/atau
kelambatan penyerahan bagasi”. Berdasarkan pendapat saya, hal tersebut jelas
merupakan suatu bentuk klausula baku mengingat klausul yang termuat dalam tiket
tersebut dibuat secara sepihak oleh pihak Manajemen Wings Air yang berisikan
pengalihan tanggungjawab dalam hal terjadi kerugian dari pihak manajemen kepada
penumpang. Atas dimuatnya klausula tersebut jelas dapat merugikan kepentingan
konsumen.Penyedia jasa dapat serta merta melepaskan tanggungjawabnya atas
kerugian yang timbul baik yang ditimbulkan oleh penyedia jasa sendiri maupun konsumen. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Wings Air selaku peusahaan
milik Lion Air bertentangan dengan pasal 18 UUPK dan Konvensi Warsawa tentang
penerbangan dimana yang isisnya bahwa perusahaan penerbangan tidak boleh membuat perjanjian yang menghilangkan
tanggung jawabnya
Dapat disimpulkan, sebagai bagian dari hukum yang memuat ketentuan
tentang pidana perekonomian, lahirnya Undang-undang Perlindungan Konsumen
menunjukan bahwa kegiatan atau aktivitas perdagangan dan perekonomian telah
berkembang sedemikian rupa dan kompleks sehingga kehadiran Undang-Undang
No.7/DRT/1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi dirasa tidak lagi mumpuni dalam
meminimalisir itikad jahat pelaku ekonomi terhadap konsumen.
Kehadiran UUPK jelas memperkaya khazanah Hukum Pidana Ekonomi Indonesia dan
membuatnya selalu dinamis dan tidak tertinggal di belakang dalam mengikuti
perkembangan social yang ada pada masyarakat. Mengingat sesungguhnya tujuan
diadakannya Hukum Pidana Ekonomi bukanlah hanya untuk menerapkan norma hukum
dan menjatuhkan sanksi hukum pidana sekedar sebagai pencegahan atau pembalasan,
akan tetapi mempunyai tujuan jauh untuk membangun perekonomian dan mengejar
kemakmuran untuk seluruh rakyat sebagaimana disebutkan oleh Prof. Bambang
Purnomo.
Komentar
Posting Komentar